DWI DIUJIWANTI

Rabu, 30 Mei 2012

PENGANTAR JURNALISTIK II

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Bahasa Jurnalistik

Semua berita dan laporan yang disajikan dalam bahasa yang mudah kita pahami, lazim disebut bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik sangat demokratis dan populis. Demokratis berarti dalam bahasa jurnalistik tidak dikenal tingkat, pangkat, dan kasta. Contohnya, kucing makan, saya makan, guru makan, presiden makan. Semua diperlakukan sama tanpa ada yang  diistemewakan. Sedangkan populis berarti bahasa jurnalistik menolak semua klaim dan paham yang ingin membedakan si kaya dan si miskin, si pintar dan si bodoh. Bahasa jurnalistik diciptakan untuk semua lapisan masyarakat di kota dan di desa serta di darat dan di laut.
Bahasa jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan (jurnalis) dalam menulis karya-karya jurnalistik di media massa (Anwar, 1991). Bahasa jurnalistik juga merupakan bahasa komunikasi massa sebagaimana tampak dalam koran (harian) dan majalah (mingguan). Bahasa jurnalistik biasa juga diseebut bahasa pers, merupakan salah satu ragam bahasa kreatif  bahasa indonesia di samping terdapat juga ragam bahasa akademik (ilmiah), ragam bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa literer (sastra) (Surdayanto, 1995). Bahasa jurnalistik harus didasarkan  kepada bahasa baku, memperhatikan ejaan yang benar. Dalam kosakata, bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan masyarakat.
2.2 Prinsip Dasar Bahasa Jurnalistik
Prinsip-prinsip bahasa jurnalistik yaitu :
1.    Prinsip prosesibiltas, yaitu mengnjurkan agar teks disajikan sedemikian rupa sehingga mudah bagi pembaca untuk memahami pesan pada waktunya. Dalam proses memahami pesan penulis harus menentukan (a) bagaimana membagi pesan-pesan menjadi satuan-satuan,(b) bagaimana tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya masing-masing satuan, dan (c) bagaimana mengurutkan satuan-satuan pesan itu. Ketiga macam itu harus saling berkaitan satu sama lain.
2.    Prinsip kejelasan, yaitu agar teks itu mudah dipahami.Prinsip ini menganjurkan agar bahasa teks menghindari ketaksaan (ambiguity). Teks yang tidak mengandung ketaksaan akan dengan mudah dan cepat dipahami.
3.    Prinsip ekonomi, prinsip ekonomi menganjurkan agar teks itu singkat tanpa harus merusak dan mereduksi pesan. Teks singkat dengan mengandung pesan yang utuh akan menghemat waktu dan tenaga dalam memahaminya.
4.    Prinsip ekspresivitas, Prinsip ini dapat pula disebut prinsip ikonisitas. Prinsip ini menganjurkan agar teks dikontruksi selaras dengan aspek-aspek pesan. Dalam wacana jurnalistik, pesan bersifat kausalitas dipaparkan menurut struktur pesannya, yaitu sebab dikemukakan terlebih dahulu baru dikemukakan akibatnya. Demikian pula bila ada peristiwa yang terjadi berturut-turut, maka peristiwa yang terjadi lebih dulu akan dipaparkan lebih dulu dan peristiwa yang terjadi kemudian akan dipaparkan kemudian.
2.3 Karakter Bahasa Jurnalistik
Di dalam bahasa jurnalistik itu sendiri juga memiliki karakter yang berbeda-beda berdasarkan jenis tulisan apa yang akan terberitakan. Secara spesifik bahasa jurnalistik dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu bahasa jurnalistik tabloid, bahasa jurnalistik majalah, bahasa jurnalistik radio siaran, bahasa jurnalistik televisi, bahasa jurnalistik media online internet.


Ada 17 ciri utama bahasa jurnalistik yang berlaku untuk semua bentuk media berkala tersebut:
1.    Sederhana
Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen; baik dilihat dari tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya.
2.    Singkat
Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga.
3.    Padat
Menurut Patmono SK, redaktur senior Sinar Harapan dalam buku Teknik Jurnalistik (1999:45), padat dalam bahasa jurnalistik berarti sarat informasi.
4.    Lugas
Lugas berarti tegas, tidak  ambigu dan tidak membingungkan khalayak pembaca. Kata yang lugas selalu menekankan pada satu arti serta menghindari kemungkinan adanya penafsiran lain terhadap arti dan makna kata tersebut.
5.    Jelas
Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya. Jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya  sesuai dengan kaidah subjek-objek-predikat-keterangan (SPOK), dan jelas sasaran atau maksudnya.
6.    Jernih
Jernih berarti bening, tembus pandang dan tidak menyembunyikan sesuatu.
7.    Menarik
Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca.
8.    Demokratis
Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa.
9.    Populis
Populis berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa.
10.    Logis
Logis berarti yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat atau paragraf  jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense).
11.    Gramatikal
Gramatikal berarti kata, istilah, atau kalimat yang dipakai dan yang dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku.
12.    Menghindari Kata Tutur
Kata tutur adalah kata yang hanya menekankan pada pengertian, sama sekali tidakmemperhatikan masalah struktur dan tata bahasa.
13.    Menghindari Kata dan Istilah Asing
Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan  yang banyak diselipi kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif, juga sangat membingungkan.
14.    Pilihan kata (Diksi) yang Tepat
Setiap kata yang dipilih, memang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pesan pokok yang ingin disampaikan kepada khalayak.
15.    Mengutamakan Kalimat Aktif
Kalimat aktif lebih mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif.
16.    Menghindari Kata atau Istilah Teknis
Karena ditujukan untuk umum, maka bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, rngan dibaca, tidak membuat kening berkerut, apalagi sampai membuat kepala berdenyut.
17.    Tunduk Kepada Kaidah Etika
Pers wajib tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Bahasa pers harus baku, baik, dan benar.
2.4 Kesalahan yang Sering Dilakukan dalam Menulis BI Ragam Jurnalistik
Kesalahan yang sering dilakukan yaitu :
1.    Pemakaian  singkatan  dan akronim yang tidk taat asasi dan kurang berdisiplin.
2.    Penggunaan ejaan dan tanda baca ynag kurang tepat.
3.    Penyerpan kata dan istilah asing yang kurang memperhatikan kaidah atau bahasa tulis bahasa indonesia.
4.    Susunan kalimat dan paragraf yang kurang baik.
5.    Kurang setia dalam pemakaian dan penulisan kalimt efektif.



PENGANTAR JURNALISTIK I

 BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Di awal tahun 1980-an terbesit berita bahwa bahasa Indonesia di media massa menyimpamg dari kaidah bahasa Indonesia baku. Roni Wahyono (1995) menemukan kemubaziran bahasa wartawan di Semarang dan Yogyakarta pada aspek gramatikal (tata bahasa), leksikal (pemilihan kosa kata), dan ortografis (ejaan). Berdasarkan aspek kebahasaan, kesalahan tertinggi yang dilakukan wartawan terdapat pada aspek gramatikal dan keasalahan terendah pada aspek ortogarafi. Berdasarkan aspek berita, berita olahraga memiliki frekuensi kesalahan tertinggi dan frekuensi kesalahan terendah pada berita kriminal. Penyebab wartawan melakukan  kesalahan bahasa dari faktor penulis karena minimnya penguasaan kosakata, pengetahuan kebahasaan yang terbatas dan bertanggung jawab terhadap pemakain bahasa, karena kebiasaan lupa dan pendidikan yang belum baik. Sedangkan factor di luar penulis, yang menyebabkan wartawan melakukan kesalahan dalam menggunakan bahasa Indonesia karena keterbatasan waktu menulis, lama kerja, banyaknya naskah yang dikoreksi dan tidak tersedianya redaktur bahasa dalam surat kabar.
Walaupun di dunia penerbitan telah ada buku-buku jurnalistik praktis karya Rosihan Anwar (1991), Asegaf (1992), Jacob Oetama (1987), Ashadi Siregar, dan lain –lain, masih perlu dimunculkan petunjuk akademik maupun teknis pemakaian bahjasa jurnlistik.Dengan mengetahui karasteritik bahasa pers indonesia termasuk sejauh mana mengetahui penyimpangan yang terjadi, kesalahan dan kelemahannya, maka akan difomat bahasa jurnlistik yang komunikatif.
1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang dibahas adalah bagaimanakah pemakaian bahasa jurnalistik?
1.3    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan pemakaian bahasa jurnalistik.
1.4    Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang pemakain bahasa jurnalistik.
2.    Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang pemakaian bahasa jurnalistik.








Minggu, 27 Mei 2012

PAGI YANG MENDAKI LANGIT

ZHETA

kau namai dirimu lukisan
jalan menuju mata hatiku

Kendari, Maret 2009
oleh : ZAINAL SURIANTO

PUISI

IBU

Aku berhenti tatkala
Mengingat cahaya wajahmu
Doaku, harapanku
Tak pernah terhenti
Walaupun tepung dan garam
Penjadi pengganjal hari ini

Tatkala aku berhasil kelak
Aku akan kembali kepangkuanmu
Senyum dan tawamu pula
Menyambutku



OLEH : HARISMAN

NARKOBA DAN GENERASI MUDA


      Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan masa anak-anak dan remaja akan membentuk perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Karena itulah bila masa anak-anak dan remaja rusak karena narkoba, maka suram atau bahkan hancurlah masa depannya. Pada masa remaja, justru keinginan untuk mnecoba-coba terhadap hal-hal baru itu sangat besar sekali. Sehingga itu sangat memudahkan para remaja terdorong menyalahgunakan narkoba. Dan data menunjukan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok usia remaja.
Masalah pencegahan penyalahgunaan narkoba bukanlah menjadi tugas dari sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan sejak dini sangatlah baik, tentunya dengan pengetahuan yang cukup tentang penanggulangan tersebut. Peran orang tua dalam keluarga dan juga peran pendidik di sekolah sangatlah besar bagi pencegahan penaggulangan terhadap narkoba.
        Ada banyak jenis narkoba atau napza, diantaranya: Heroin, Ganja, Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lycergic Syntetic Diethylamide), dan masih banyak yang lainnya. Banyak remaja pecandu narkoba karena taraf coba-coba, taraf hiburan, taraf penggunaan secara teratur, dan taraf ketergantungan. Biasanya remaja yang baru memasuki taraf coba-coba langsung terseret sampai ketaraf ketergantungan, karena sifat narkoba yang mempunyai daya menimbulkan ketergantungan yang tinggi. Serta Menimbulkan gangguan kesehatan jasmani dan rohani, merusak fungsi organ vital tubuh : otak, jantung, ginjal, hati, dan paru-paru, sampai kepada kematian sia-sia yang tidak patut ditangisi. Memerlukan biaya yang sangat besar baik untuk membeli narkoba yang harganya sangat mahal, maupun untuk biaya pengobatannya yang juga sangat mahal, sehingga dapat membuat keluarga bangkrut dan menderita. Menimbulkan gangguan terhadap ketertiban, ketentraman, dan keamanan masyarakat. Menimbulkan kecelakaan diri yang bersangkutan dengan orang lain. Perbuatan melanggar hukum yang dapat menyeret pelakunya ke penjara. Memicu tindakan tidak bermoral, tindakan kekerasan dan tindakan kejahatan. Menurunkan sampai membunuh semangat belajar adalah perbuatan yang menghancurkan masa depan. Merusak keimanan dan ketakwaan, membatalkan ibadah agama karena hilangnya akal sehat.
        Akibat yang ditimbulkan oleh pengguna narkoba, yang pertama perubahan fisik pada saat menggunakan napza: jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif. Bila terjadi kelebihan dosis (Overdosis) dalam menggunakan napza : nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, bahkan meninggal. Saat sedang ketagihan napza (Sakau) : mata merah, hidung berair, menguap terus, diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi, kejang, kesadaran menurun. Pengaruh penggunaan napza jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak perduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada lengan. Yang kedua, perubahan sikap dan perilaku: prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab. Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di kelas atau tempat kerja. Sering bepergian sampai larut malam, terkadang tidak pulang tanpa ijin. Sering mengurung diri, berlama-lama di kamar mandi, menghindar bertemu dengan anggota keluarga yang lain. Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, pemarah, kasar, bermusuhan, pencurigaan, tertutup dan penuh rahasia.
             Upaya pencegahan meliputi 3 hal. Yang pertama, mengenali remaja resiko tinggi penyalahgunaan napza dan melakukan intervensi. Upaya ini terutama dilakukan untuk mengenali remaja yang mempunyai resiko tinggi untuk menyalahgunakan napza, setelah itu melakukan intervensi terhadap mereka agar tidak menggunakan napza. Yang kedua, upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik. Serta yang ketiga, komunikasi dua arah, bersikap terbuka dan jujur, mendengarkan dan menghormati pendapat anak. Memperkuat kehidupan beragama. Yang diutamakan bukan hanya ritual keagamaan, melainkan memperkuat nilai moral yang terkandung dalam agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua memahami masalah penyalahgunaan napza agar dapat berdiskusi dengan anak. 



JAWA

 BAB III
METODE DAN TEKNIK

1.1    Metode dan Jenis Penelitian
3.1.1 Metode Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian, maka peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif. Dengan  demikian, peneliti berusaha menjelaskan konsep-konsep dalam satu hubungan dengan yang lain, digunakan kata-kata satu kalimat dalam struktur yang logis serta mempergunakan pemahaman yang mendalam, kesemuanya itu dikemukakan secara apa adanya atau sesuai kenyataan yang ditemukan.
Metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini terutama berhubungan dengan pengumpulan data, menggambarkan data secara ilmiah dan penyajian dan bentuk sapaan bahasa Jawa dalam laporan penelitian.
3.1.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan. Oleh karena itu, peneliti langsung ke tempat penelitian untuk mengambil data sesuai dengan masalah penelitian.

1.2    Data dan Sumber Data
1.2.1    Data
Data yang digunakan peneliti dalam hal ini adalah data lisan. Data bahasa lisan tersebut diperoleh dari hasil interaksi masyarakat Bima-maroa berupa tuturan-tuturan dalam bentuk kalimat-kalimat dan kata-kata yang memuat tentang sapaan bahasa Jawa yang dituturkan secara langsung oleh penutur aslinya.
1.2.2    Sumber Data
Sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah diambil dari masyarakat Bima-maroa atau sekelompok orang yang berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari, sebagai penutur asli bahasa Jawa baik itu di dalam keluarga maupun di lingkungan masyarakat.
1.3    Instrumen Penelitian 
Dalam penelitian ini, penelitian  bertindak sebagai perencana, pengumpulan data, menganalisis, penafsiran data pelapor. Hasil penelitian ini berarti peneliti bertindak sebagai instrumen kunci. Untuk mendukung instrumen kunci tersebut digunakan pula instrumen berupa panduan wawancara.

1.4    Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini tergolong penelitian lapangan  sehingga peneliti dalam mengumpulkan data langsung ke lokasi penelitian. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah metode cakap dan simak. Dengan teknik ini rekam ini, peneliti dapat mengurangi kelemahan ingatan, pikiran, pengamatan dan pencatatan. Teknik lain yang dapat digunakan adalah teknik catat.
1.5    Metode dan Teknik Analisis Data
Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini mengacu pada pendekatan struktural yang bersifat deskriptif sinkronis yakni peneliti berupaya memberikan gambaran objektif tentang sistem sapaan dalam bahasa Jawa dengan memberlakukan bahasa tersebut dalam pemakaian masyarakat tutur pada saat ini. 
Semua data yang ditemukan dalam penelitian, dikumpulkan dan selanjutnya data tersebut diseleksi dengan cara mengklasifikasi berdasarkan ruang lingkup masalah penelitian. Klafisikasi tersebut terdiri atas :
1.    Sistem sapaan yang digunakan dalam lingkungan keluarga, dan
2.    Sistem sapaan yang digunakan di luar lingkungan keluarga.
Semua data yang telah diseleksi selanjutnya dianalisis secara deskriktif, yakni suatu cara yang dipergunakan dalam menganalisis bahasa dan segala uraiannya didasarkan pada kenyataan yang ada dalam bahasa yang teliti.

SAPAAAN

 BAB II
KAJIAN PUSTAKA


2.1 Sosiolinguistik

             Istilah sosiolinguistik terdiri dari dua unsur, yaitu sosio dan linguistic. Sosio adalah seakar dengan social, yaitu berhubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat dan fungsi kemasyarakatan. Sedangkan linguistik adalah ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa, khususnya unsur-unsur bahasa (Fonem, morfem, kata, kalimat) dan hubungan antar unsur-unsur itu (struktur) termasuk hakikat dan pembentukan unsur-unsur itu. Dapat pula dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari atau membahas aspek-aspek kemasyarakatan, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatn sosial ( Nababan, 1999:2).

2.2 Kajian Sosiolinguistik

          Sosioliguistik lazim dibatasi ilmu yang mempelajari ciri dan fungsi berbagai variasi bahasa serta hubungannya diantara bahasawan dengan ciri dan fungsi itu dalam suatu masyarakat bahasa. Di dalam tindakan bahasa pada hakikatnya seorang penutur telah mengambil keputusan untuk memilih suatu variasi tertentu berupa bentuk-bentuk linguistik.
          Dalam sosiolinguistik ada yang disebut dengan istilah gregar ousness yang berarti member manusia untuk selalu hidup bersama orang lain. Proses sosialisasi antar manusia ini hanya dimungkinkan karena dengan bahasaa manusia dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendaknya supaya ia bisa memen uhi soosialnya. Hasrat sosial tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Hasrat bergabung dengan manusia sekelilingnya. Dalam sosiolinguistik manusia sekelilingnya ini disebut masyarakat ujaran.
2.    Hasrat bergabung atau menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya.
Sebagai kesimpulan dapat disebutbahwa masyarakat itu diikuti oleh bahasa, sebab  dengan bahasa seseorang bisa bersosialisasi.

2.3 Sapaan

            Sapaan berasal dari kata “sapa” yang berarti perkataan untuk menegur (menegur bercakap-cakap dan sebagainya), kemudian mendapat akhiran- an menjadi “sapaan” yang berarti ajakan untuk bercakap; teguran;ucapan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998:783). Jadi pengertian sapaan merupakan seperangkat kata-kata atau ungkapan yang dipakai untuk menegur dan memanggil para pelaku dalam peristiwa bahasa.
            Bentuk sapaan ditentukan oleh beberapa faktor usia, jenis kelamin, kedudukan atau posisi, penghargaan, sopan santun dan kekeluargaan. Pemakai bentuk sapaan yang menggunakan terbatas pada masyarakat pemakaian bahasa tertentu Robinson (dalam Mustapa, 1990:7).

2.4 Sistem
       Sistem adalah seperangkat unsure yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk totalitas , teori asa dan sebagainya, metode (Depdikbud,1998:894). Sistem yang dimaksud adalah seperangkat unsur sapaan bahasa yang secara teratur saling berkaitan, yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.        
  
2.4.1 Sapaan dalam Keluarga
        Sapaan dalam keluarga adlah kata sapaan yang digunakan untuk menyapa orang-orang atau anak-anak yang masih mempunyai hubungan persaudaraan langsung maupun persaudaraan tidak langsung. Persaudaraan langsung adalah yang disebabkan oleh silsilah keturunan, misalnya kakek, nenek, ayah, ibu, anak, dan cucu. Bagaimana cara menyapa orang-orang tersebut, tentunya disesuaikan fungsi peran antara pembicara dan lawan bicara.
     Penggunaan sapaan dalam bahasa Jawa yang mempunyai hubungan  persaudaraan langsung yang disebabkan oleh silsilah keturunan, seperti kakek (mbah), nenek (mbah), ayah (pa’e), ibu (ma’e), anak perempuan (ndu’), anak laki-laki (le),dan cucu (puttu).      
2.4.2    Sapaan di Luar Keluarga
      Sapaan di luar keluarga disebut pula sapaan dalam masyarakat. Sapaan dalam masyarakat adalah sapaan yang digunakan untuk menyapa orang-orang yang tidak mempunyai hubungan keturunan atau sapaan terhadap sesama warga dalam masyarakat.

2.5 Bahasa
        Bahasa adalah alat penghubung atau alat komunikasi anggota masyarakat yaitu individu-individu sebagai manusia yang berpikir merasa dan berkeinginan pikiran, perasaan, dan keinginan baru terwujud bila dinyatakan, dan alat untuk menyatakan itu adalah bahasa (Badudu, 1992:2). Disisi lain Finochiato ( dalam alwasilah, 1992:2)berpendapat bahwa, bahasa adalah suatu sistem symbol vokal yang arbitrer memungkinkan semua orang dalam satu kebudayaan tersebut untuk berkomunikasi atau berinteraksi.
Perbedaan dalam tingkat kedudukan dan usia dinyatakan dengan pemakaian kata yang lebih atau kurang “tinggi” (hormat), dan pengucapan kalimat dan anda yang dipergunakan. Senada dengan pendapat di atas, juga mengemukakan dua hal yang dibedakan yaitu:
1.    Ucapan atau tulisan terhadap seseorang yang lebih, sama atau kurang dalam tingkat kedudukan atau usia.
2.    Ucapan atau tulisan tentang seseorang yang lebih, sama atau kurang.
Bentuk sapaan ditentukan oleh beberapa faktor usia seperti yang telah dijelaskan, jenis kelamin, kedudukan atau posisi, penghargaan, sopan santun dan kekeluargaan. Pemakai bentuk sapaan yang menggunakan terbatas pada masyarakat pemakaian bahasa tertentu.

       

SISTEM

 BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang dan Masalah
1.1.1 Latar Belakang
        Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan penduduk suku bangsa Jawa seperti di Jawa Tengah, Yogyakarta, JawaTimur. Selain itu bahasa Jawa juga digunakan oleh penduduk yang tinggal dibeberapa daerah lain seperti di Sulawesi Tenggara. Masyarakat di daerah ini tersebar melalui program transmigrasi yang diselenggarakan semenjak penjajahan belanda.
        Bahasa Jawa di pakai sebagai alat komunikasi antar warga masyarakat di Konawe Selatan khususnya di desa Bima-maroa. Mengingat bahasa Jawa  dalam kedudukannya menempati posisi yang sama dengan bahasa daerah lain yang ada di nusantara merupakan sarana komunikasi utama masyarakat penuturnya, maka perlu untuk membina dan mengembangkan bahasa daerah tersebut, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi menjadi tanggung jawab kita semua, khususnya bagi penuturnya itu sendiri.
         Setiap bahas daerah memiliki nilai kesantunan berbahasa, demikian pula halnya dengan bahas Jawa. Dalam penggunaan sapaan dalam bahasa daerah sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat penuturnya, termasuk bahasa Jawa. Meskipun dalam percakapan sehari-hari masih menggunakan bahasa Jawa, namun kata sapaa untuk silsilah keluarga sudah dipengaruhi bahasa Indonesia dan bahasa Asing.
Untuk menghindari kemungkinan punahnya unsur-unsur kebahasaan tersebut terutama yang berkaitan dengan sapaan bahasa Jawa, maka perlu perhatian dan pengkajian yang serius melelui penelitian ini. Oleh karena itu, penulis merasa terpanggil untuk meneliti “ Sistem Sapaan Bahasa Jawa”.
1.1.2 Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka masalah yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah “ Bagaimanakah Sistem Sapaan Bahasa Jawa?”
1.2    Tujuan dan Manfaat
1.2.1    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan  sistem sapaan bahasa Jawa.
1.2.2    Manfaat penelitian
Manfaat yang ingin diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Untuk ememperlihatkan  kekhasan sistem sapaan bahasa Jawa
2.    Bagi guru, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai pembelajaran di sekolah, terutama sekolah yang menetapkan bahasa daerah sebagai mata pelajaran kurikulum muatan local.
3.    Sebagai bahan pembanding rujukan bagi peneliti selanjutnya.





ANALISIS TEKA-TEKI

BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN 

3.1 Analisis
         Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah yang berasal dari kata yunani semeion yang berarti ‘tanda’ atau ‘sign’ dalam bahasa inggrisitu adalah ilmu yang mempelajari ilmu tanda seperti bahasa, kode, atau lambang.
            Menurut Saussure, seperti dikutip Pradopo (1991:54) tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Dimana ada tanda disana ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) yang mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indera kita yang disebut dengan signifier, dan aspek lainnya yang disebut signified, bidang petanda atau konsep atau makna. Aspek kedua terkandung didalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama.
          Lebih lanjut dikatakannya bahwa penanda terletak pada tingkatan ungkapan (level of ekspression) dan mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti bunyi, huruf kata, gambar, warna, objek dan sebagainya. Petanda terletak pada level of conted (tingkatan isi atau gagasan) dari apa yang duiungkapkan melalui tingkatan ungkapan. Hubungan antara kedua unsur melahirkan makna.

3.2 Pembahasan Teka-teki
         Teka-teki dapat dianggap sebagai salah satu hasil sastra melayu lama pada taraf permulaan, tetapi dapat juga disebut sebagai salah satu jenis folklor melayu. Sebagaimana diketahui dalam teka-teki, isi atau maksudnya secara langsung tetapi disuruh menerka, disamarkan atau disembunyikan. Sehubungan dengan ini, untuk menyatakan maksud secara tidak langsung seperti dalam teka-teki, dijumpai pula dalam kebiasaan menggunakan lambang, misalnya bunga kamboja melambangkan kematian, buah delima wanita cantik, dan jeruk masam tidak menerima pinangan.
           Demikianlah dalam kesusastraan Melayu acapkali apa yang dimaksudkan itu tidak diucapkan dengan kata-kata yang tepat tetapi dikatakan dengan sajak atau kiasan untuk disuruh terka dan artikan. Acapkali hal demikian itu berupa permainan dan godaan, pertunjukan  kepandaian dan kegemaran. Seringkali pula hal itu dilakukan untuk memelihara perasaan orang lain untuk menakuti pembalasanya (Hooykas, 1952:3).
Dalam makalah teka-teki ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan semiotik yang mempelajari tanda, yang selalu mengacu pada sesuatu hal atau benda yang lain yang disebut referent. Seperti pada contoh teka-teki yang dijumpai pada masyarakat melayu. Masyarakat melayu itu kebiasaan menggunakan lambang atau tanda dalam menggunakan teka-teki yang isi atau maksudnya tidak dikemukakan secara langsung tetapi disuruh terka, disamarkan, atau disembunyikan. Seperti bunga Kamboja dilambangkan sebagai kematian, buah delima dilambangkan  sebagai wanita cantik.


TEKA-TEKI

BAB II
TEORI

2.1 Definisi Teka-teki
Pertanyaan tradisional, di Indonesia lebih terkenal dengan nama teka-teki, adalah pertanyaan yang bersifat tradisional dan mempunyai jawaban yang tradisional pula. Pertanyaan dibuat sedemikian rupa, sehingga jawabannya sukar, bahkan seringkali juga baru dapat dijawab setelah mengetahui lebih dahulu jawabannya. Teka-teki ini dapat dianggap sebagai salah satu hasil sastra melayu lama pada taraf permulaan, tetapi dapat juga disebut sebagai salah satu jenis folklor melayu. Sebagaimana diketahui dalam teka-teki, isi atau maksudnya tidak dapat dikemukakan  secara langsung tetapi disuruh untuk menerka, disamarkan atau disembunyikan.
Menurut Robert A. George dan Alan Dundes teka-teki adalah “ Ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu atau lebih unsur pelukisan (descriptive), sepasang daripadanya dapat saling bertentangan dan jawabnya (referent) harus diterka “ (George & Dundes, 1963:113).
Selanjutnya menurut kedua sarjana itu teka-teki dapat digolongkan kedalam dua kategori umum, yakni : (1) teka-teki yang tidak bertentangan, dan (2) teka-teki yang bertentangan. Pembagian itu berdasarkan ada atau tidak adanya pertentangan diantara unsur-unsur pelukisan. Teka-teki yang tidak bertentangan unsur-unsur pelukisannya bersifat harfiah, yakni seperti apa yang tertulis (literal), atau kiasan (metaphorikal). Teka-teki bertentangan berciri pertentangan anatara paling sedikit sepasang unsur pelukisannya.
Uraian kategori dan analisa teka-teki diatas merupakan cara strukturalis dari Georges dan Dundes. Selain itu, masih ada banyak cara pengklasifikasian dan penganalisaan lainnya seperti dari Archer Taylor, seorang ahli folklor AS, yang kini sudah tiada lagi.
Archer taylor di dalam bukunya yang berjudul English Riddles from Oral Tradition (1951), telah membedakan teka-teki dalam dua golongan umum, yakni : (1) teka-teki yang sesungguhnya (true riddle) dan (2) teka-teki yang tergolong bentuk lainnya (lihat Brunvand, 1968: 49-58) perbedaan terletak pada hubungan yang ada pada jawab dengan pertanyaannya, sehingga dapat dipecahkan dengan logika. Hal itu berlaku pada teka-teki sesungguhnya, tetapi tidak berlaku pada teka-teki yang tergolong bentuk lainnya, karena pada golongan yang terakhir ini jawabnya tidak ada hubungan, sehingga tidak dapat diterangkan dengan mempergunakan logika saja, melainkan diperlukan pengetahuan tertentu (Brunvand, 1968:52).
Archer Taylor mencoba untuk mengklasifikasikan  teka-teki berdasarkan sifat hal yang digambarkan di dalam pertanyaan yang menurut dia ada tujuh kategori umum, yaitu sebagai berikut :
1.    Persamaan dengan makhluk hidup (” Makhluk apa, yang pada pagi hari mempunyai empat kaki, pada siang hari dua kaki, dan pada malam hari tiga kaki? “jawabnya: “Manusia!”)
2.    Persamaan dengan binatang (“ ayam apa yang berbulu terbalik, bermain di kebun?” jawabnya: “buah nenas”)
3.    Persamaan dengan berbagai binatang (“Dua ekor kelinci putih keluar masuk gua, apa itu?” jawabnya: “ ingus di hidung seorang anak kecil yang sedang pilek!”)
4.    Persamaan dengan manusia (“ nenek jatuh bersorak, apa itu?” jawabnya:”daun kelapa kering yang rontok, waktu jatuh kebumi menimbulkan suara keras.”)
5.    Persamaan dengan beberapa orang (“ anaknya bersarung induknya telanjang, apakah itu?” jawabnya: “rebung dan bambu.”)
6.    Persamaan dengan tanaman (“ jagung apa makan jagung di Cipanas ?” jawabnya:”jaksa agung”)
7.    Persamaan dengan benda (“ mas apa yang banyak di ekspor ke Lampung?” jawabnya:” mas jawa”)
Selain ketujuh kategori umum itu, menurut Archer Taylor masih ada empat kategori lagi, yang bukan  berdasarkan sifat hal yang digambarkan di dalam pertanyaan melainkan karena pertambahan keterangan yang lebih mendetail. Keempat kategori itu adalah sebagai berikut.
8.    Pertambahan keterangan perumpamaan (“ bulat bagaikan simpai, dalam bagaikan cangkir, seluruh sapi jantan raja tidak dapat menariknya. “ jawabnya:” sebuah sumur.”)
9.    Pertambahan keterangan pada bentuk dan fungsi (“tambal sini tambal sana, tetapi tidak ada bekas jahitannya.” Jawabnya : “sayur kubis.”)
10.    Pertambahan keterangan pada warna (“ dilempar keatas hijau, jatuh kebawah merah.” Jawabnya : “semangka”)
11.    Pertambahan dalam tindakan (“ buah apa yang dibuang luarnya, dimasak dalamnya, dimakan luarnya, dan dibuang dalamnya?” jawabnya adalah “buah jagung”).
Selain sebelas kategori Archer Taylor bagi teka-teki sebenarnya itu, Jan Harold Brunvand kemudian menambahkan dua lagi, yang ia sebut dengan nama neck riddle(teka-teki leher)  dan pretended obscene, yakni teka-teki yang seolah-olah cabul ( Brunvand, 1968:58). Untuk indonesia kiranya perlu ditambah satu yakni “teka-teki yang benar-benar cabul.
2.2 Jenis Teka-teki
Menurut Winstedt (1939:3), teka-teki digolongkan menjadi dua bagian, yaitu teka-teki bernilai sastra dan teka-teki tak bernilai sastra. Contoh teka-teki tak bernilai sastra misalnya, “tumbuhan apa yang mempunyai daun seperti pedang dan buahnya seperti gong?” jawabnya “nenas”. Sedangkan teka-teki yang bernilai sastra misalnya “ gendang gendut tali kecapi.” Maksudnya “ kenyang perut suka hati”.
Jenis teka-teki seperti ini telah dikumpulkan oleh OT Dussek dalam bukunya “teka-teki” (1918). Dalam bukunya tersebut, dijumpai berbagai macam teka-teki dalam lingkungan dunia tumbuh-tumbuhan, senjata, alat-alat musik, binatang, alam, tentang kelahiran, perkawinan, kematian, dan sebagainya.
Sebagai contoh :
“ Ketika kecil pakai baju hijau, sudah besar  pakai baju kesumba. Dari kecil baju hijau, setelah besar baju merah. Luarnya surga dalamnya neraka.” Jawabnya “ lombok ”.
“ Hitam legam seperti hantu, putih hatinya. Kecil berbaju merah, besar berbaju hijau, apabila hendak mati berbaju merah.” Jawabnya “manggis”.


Sabtu, 26 Mei 2012

PEMBAHASAN TEKA-TEKI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

          Folklor adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri khas yang unik sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lainnya. Folklor diwariskan secara turun-temurun secara lisan dengan isyarat. Teka-teki merupakan salah satu bagian dari jenis folklor, mengingat folklor adalah cabang ilmu antropologi yang salah satunya adalah teka-teki.
        Jika kita bicara masalah folklor, maka tidak akan ada habisnya. Indonesia memiliki banyak sekali folklor yang telah berkembang dari dulu hingga sekarang. Mulai dari upacara adat, perkawinan, legenda, cerita rakyat, dan makanan khas dimasing-masing daerah. Tentunya, semua folklor yang berkembang membuat Indonesia menjadi bangsa yang arif dan berbeda dengan bangsa lainnya. Sekarang teka-teki merupakan salah satu tradisi lisan yang mulai mengabur dan cenderung terlupakan. Pada dasarnya teka-teki ini banyak menggunakan tanda atau lambang dalam menyatakan maksud dan isi secara tidak langsung.

1.2    Masalah
       Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi masalah pada makalah ini adalah bagaimana penjelasan mengenai teka-teki?

1.3    Tujuan
           Berdasarkan masalah yang dipaparkan di atas maka yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami teka-teki itu sendiri.

1.4    Manfaat
            Berdasarkan tujuan di atas, maka manfaat yang terkandung dalam penulisan makalah ini adalah agar penulis dan pembaca dapat memahami teka-teki.


TABEL

urutannama pacarHobby PacarTarget Pacar Barunama pacarnama pacarhambatan
pertamaItaTinjuTinjuTinjuTataistri orang
pertamaItaTinjuTataTataTataTataTataistri orang
pertamaItaTinjuTataTataTataistri orang
pertamaItaTinjuTataTataTataistri orang
pertamaItaTinjuTataTataTataistri orang
pertamaItaTinjuTataTataTataistri orang

ANALISIS


BAB III ANALISIS KESALAHAN
3.1    Data
         Data kesalahan penggunaan huruf kapital dalam skripsi Sitti Dharmanita yang berjudul Kecepatan Efektif Membaca (Kem) Siswa Kelas VIII Smp Negeri 2 Kendari :

1.    Ucapan terima kasih dan penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada Ayahanda tercinta La Hamani dan ibu terkasih Suema (almh.) yang dengan tulusnya melahirkan, mengasuh dan membesarkan penulis hingga menjadi manusia dewasa dan berilmu serta segala pengorbanan, jerih payahnya untuk mencari nafkah demi membiayai studi penulis.    Ucapan terima kasih dan penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada ayahanda tercinta La Hamani dan dan ibu terkasih  Suema (almh.) yang dengan tulusnya melahirkan, mengasuh dan membesarkan penulis hingga menjadi manusia dewasa dan berilmu serta segala pengorbanan, jerih payahnya untuk mencari nafkah demi membiayai studi penulis.
2.    Penulis juga ucapkan terima kasih kepada keluarga dan saudara-saudara penulis, Erni, Sari, Idul, Rahim, wulan, dan Ali yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis.    Penulis juga ucapkan terima kasih kepada keluarga dan saudara-saudara penulis, Erni, Sari, Idul, Rahim, Wulan, dan Ali yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis.
3.    Untuk mengukur tingkat pemahaman yang lengkap dari subjek peserta tes maka tes Kecepatan Efektif Membaca mencakup jenjang kognitif. jenjang kognitif yang dimaksud adalah sebagai berikut :    Untuk mengukur tingkat pemahaman yang lengkap dari subjek peserta tes maka tes Kecepatan Efektif Membaca mencakup jenjang kognitif. Jenjang kognitif  yang dimaksud adalah sebagai berikut :


3.2    Analisis
            Berdasarkan Ejaan Yang Disempurnakan, pedoman umum Ejaan Yang Disempurnakan tantang huruf kapital pada poin ke-14 huruf kapital juga dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman, yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Maka penulisan kata Ayahanda pada kalimat (Ucapan terima kasih dan penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada Ayahanda tercinta La Hamani dan ibu terkasih Suema (almh.) yang dengan tulusnya melahirkan, mengasuh dan membesarkan penulis hingga menjadi manusia dewasa dan berilmu serta segala pengorbanan, jerih payahnya untuk mencari nafkah demi membiayai studi penulis.) tersebut keliru dan seharusnya tidak menggunakan huruf kapital  seperti pada tabel diatas.
         Dan pada buku Teknik Menulis Karya Ilmiah, penerapan Ejaan Yang Disempurnakan tantang huruf kapital pada poin keenam dijelaskan bahwa huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama orang. Maka penulisan nama Wulan dalam kalimat (Penulis juga ucapkan terima kasih kepada keluarga dan saudara-saudara penulis, Erni, Sari, Idul, Rahim, wulan, dan Ali yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis.) itu keliru seharusnya nama Wulan harus menggunakan huruf kapital.
         Terdapat kekeliruan juga pada penggunaan huruf kapital pada huruf pertama awal kalimat seperti pada kalimat (Untuk mengukur tingkat pemahaman yang lengkap dari subjek peserta tes maka tes Kecepatan Efektif Membaca mencakup jenjang kognitif. jenjang kognitif yang dimaksud adalah sebagai berikut :) seharusnya kata jenjang tersebut menggunakan huruf kapital. Karena dalam KKBI, pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan tentang huruf kapital, pada poin pertama dijelaskan bahwa huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat.




ANALISIS

BAB II  KAJIAN TEORI


2.1    Teori

         Dalam KBBI, pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan tentang huruf kapital, pada poin pertama dijelaskan bahwa huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat.
Misalnya :
Dia mengantuk.
Perlu dibedakan antara……..
Pekerjaan belum selesai.

         Dalam buku Teknik Menulis Karya Ilmiah, penerapan Ejaan Yang Disempurnakan tantang huruf kapital pada poin keenam dijelaskan bahwa huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama orang.
Misalnya :
Sri Andariyani, Dewi Sartika.

          Dan pada buku Pedoman Umum EYD dan Dasar Umum Pembentukan Istilah poin ke14 huruf kapital juga dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman, yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya :
“ Kapan Bapak berangkat?” Tanya Harno.
Adik bertanya, “Itu apa, Bu?”
“Silakan duduk, Dik!” kata Dhika.

        Akan tetapi huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan. Seperti,
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita. Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.

2.2    Metode
       Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian ini yang telah dijabarkan, maka metode yang digunakan metode sebagian karena hanya terfokus pada penggunaan huruf  pertama kata  pada awal kalimat, pada huruf pertama nama orang dan pada huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan.
 










ANALISIS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat yang diucapkan dengan suara naik turun dank keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses  fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf  Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!); sementara itu di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi.
Dalam penulisan kalimat, memiliki komponen yang saling mendukung salah satunya penggunaan huruf kapital dengan baik dan benar sehingga penulisan kalimat tetap mengikuti kaidah-kaidah atau aturan yang berlaku dalam bahasa tulis. Namun sangat disayangkan penggunaan huruf kapital pada kalimat dalam skripsi bahasa Indonesia masih  banyak ditemukan kekeliruan.
Dalam hal ini peneliti menganalisis kesalahan penggunaan huruf kapital pada kalimat dalam skripsi bahasa Indonesia khususnya pada skripsi “Kecepatan Efektif Membaca (KEM) Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Kendari”, karena masih kurangnya penelitian serupa yang dilakukan oleh mahasiswa bahasa Indonesia. Analisis ini bertujuan memeberikan layanan informasi mengenai penggunaan huruf kapital dan dalam penulisan skripsi kedepannya menjadi lebih baik.

1.2     Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini yang menjadi masalah adalah bagaimana menganalisis kesalahan-kesalahan penggunaan huruf kapital pada awal kalimat, pada awal nama orang, dan pada awal kata penunujuk hubungan kekerabatan dalam skripsi Kecepatan Efektif Membaca (KEM) Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Kendari?

1.3    Tujuan Dan Manfaat
Dalam menganalisis huruf capital ini yang menjadi tujuan dan manfaat adalah :
1. Untuk mengetahui kesalahan-kesalahan dalam menggunakan huruf kapital pada skripsi.
 2. Sekaligus untuk perbaikan bagaimana penggunaan huruf kapital yang sebenarnya pada kalimat dalam skripsi.

1.4    Ruang Lingkup
Penelitian ini tidak menganalisis kesalahan semua penggunaan huruf kapital , tetapi dibatasi hanya pada penggunaan huruf  pertama kata  pada awal kalimat, pada huruf pertama nama orang dan pada huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan.

Sabtu, 19 Mei 2012

GARIS HALUAN DALAM ALOKASI FUNGSIONAL BAHASA



A.    Fungsi Sosiolinguistik Bahasa

Pada hakikatnya perumusan garis haluan itu menyangkut penentuan fungsi sosiolinguistik berbagai bahasa yang ada di dalam masyarakat dengan berpraanggapan bahwa masyarakat bahasa modern di dunia tidak ada yang betul-betul ekabahasa sifatnya. Penetapan fungsi itu harus menjawab pertanyaan untuk maksud atau tujuan apa bahasa tertentu harus atau akan digunakan sebagai alat perhubungan warga  masyarakat bahasa yang bersangkutan.

Halim (1976a, 1976b) tentang kedudukan dan fungsi bahasa, dan memanfaatkan gagasan Stewart (1968) tentang tipologi sosiolinguistik keanekabahasaan, maka secara teori garis haluan kebahasaan itu dapat dibahas menurut tiga dimensi, yakni (1) garis haluan yang menyangkut bahasa kebangsaan, (2) garis haluan yang menyangkut bahasa pribumu lain yang bukan bahasa kebangsaan, (3) garis haluan yang bertalian dengan bahasa asing yang digunakan untuk tujuan tertentu.

Perincian garis haluan kebahasaan yang lain disajikan oleh Noss (1971) yang membedakan (1) garis haluan yang resmi, (2) garis haluan yang umum, (3) berkenaan dengan bidang turisme, penerbangan, dan kontak dengan orang asing.

Fungsi sosiolinguistik bahasa itu tidak perlu dianggap statis, tetapi mungkin berubah menurut zaman. Perubahan yang paling nyata dalam alokasi fungsional bahasa terjadi jika di dalam suatu masyarakat ada bahasa yang mengambil alih fungsi bahasa lain secara besar-besaran.


B.    Bahasa Negara, Bahasa Kebangsaan Dan Bahasa Resmi

Di dalam sejarah Indonesia makna fungsi bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi, memiliki persamaan dan perbedaan. Bahasa nasional yang identik dengan bahasa persatuan, dan yang berdasar pada nasionalisme, dapat terwujud walaupun eksistensi negara belum dilupakan. Bahasa negara baru ada jika kesatuan politik geografi, yang berdasar pada nasionisme, mendapat bentuknya yang sah. Dalam pada itu, fungsi bahasa resmi dapat didasarkan pada kedua paham nasionalisme dan nasionisme itu; dapat juga tidak.

Dapat ditambahkan bahwa bahasa kebangsaan biasanya berfungsi juga sebagai bahasaa negara dan bahasa resmi. Contohnya, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Sebaliknya, bahasa resmi tidak selalu identik dengan bahasa kebangsaan; misalnya bahasa Inggris, Tamil, dan Cina (mandarin) di Singapura. Dapat juga terjadi negara hanya mempunyai bahasa negara atau bahasa resmi dan tidak mempunyai bahasa kebangsaan.

C.    Bahasa perhubungan Luas

Fungsi bahasa perhubungan luas menjadi lebih jelas jika bertolak dari asumsi adanya empet jenis situasi komunikasi yang konsentris sifatnya dan yang masing-masing dapat disebut masyarakat bahasa yang pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Di dalam masyarakat bahasa primer, yang sering berdasar pada komunikasi bersemuka (face to face communication). Perbedaan diantara penutur bahasa bersifat pribadi atau idiosinkratis; di dalam kepustakaan gejala ini pernah disebut perbedaan idiolek. Masyarakat bahasa kedua ialah golongan penutur yang mengakui menggunakan satu bahasa yang otonom sifatnya dari bahasa lain yang dari jurusan Sejarah mungkin berkerabat. Masyarakat bahasa ketiga ialah masyarakat yang aneka bahasa sifatnya. Masyarakat bahasa keempat ialah masyarakat yang tidak memungkinkan komunikasi jika penutur menggunakan idiolek, dialek, atau bahasanya masing-masing.


D.    Bahasa untuk Tujuan Khusus

Fungsi bahasa untuk tujuan khusus dalam masyarakat bahasa bertalian dengan pemakaian bahasa yang bersangkutan di bidang kehidupan yang khas. Bidang pertama yang dapat diajukan ialah bidang agama dan ibadat. Bidang yang kedua yaitu peranan psikologi sosial bahasa demi identifikasi golongan kemasyarakatan.



E.    Bahasa Di Dalam Dunia Pendidikan

Garis haluan yang berkenaan dengan penempatan jenis bahasa di dalam proses pendidikan formal di dalam situasi keanekabahasaan, jika kita mengikuti pola garis haluan kebahasaan umum, juga terdiri atas tiga komponen. Pertama, masalah bagaimana orang harus mempelajari bahasa kebangsaannya sehingga ia lewat bahasa itu memperoleh identifikasi dengan kebangsaannya dan bagaimana ia dapat mengambil bagiann secara patut dalam peradaban bangsanya. Kedua, masalah bagaimana orang dapat memahiri bahasa ibunya; jika ia bukan penutur asli bahasa nasional, sehingga ia dapat menyelami kehidupan batin kelompoknya dan dengan demikian dapat menghargai warisan budayanya. Ketiga, masalah bagaimana orang dapat mempelajari jenis bahasa asing yang akan membukakan gerbang baginya ke dunia ilmu dan teknologi internasional, dan ke berbagai peradaban yang karena sejarah dekat padanya atau yang karena ketermukaannya layak dikenal.

F.    Bahasa Kebudayaan

Fungsi bahasa kebudayaan berhubungan dengan pemakaian bahasa itu di bidang kesenian, ilmu, dan teknologi. Cabang seni yang diungkapkan lewat bahasa ialah terutama yang meliputi seni vokal, seni sastra di bidang prosa, puisi, dan drama, serta berbagai seni tari wayang. Fungsi bahasa kesusatraan selain dijalankan oleh beberapa bahasa daerah nusantara yang terkemuka seperti bahasa Jawa dan Sunda, dewasa ini terutama ditunaikan oleh bahasa Indonesia. Susatra Indonesia modern diciptakan oleh penyair, pengarang, dan pendrama yang latar bahasanya bertumpu pada kebudayaan etnisnya yang beragam-ragam.

Bahasa kebudayaan harus berpijak pada masa kini dan berkiblat pada masa depan, tetapi janganlah sampai mengingkari masa lampau. Pada hemat penulis ini, tidaklah bijaksana orang di pihak yang satu mengumandangkan bahwa bahasa kebudayaannya sudah amat berbeda dari bahasa Melayu, ddan pihak yang lain mengeluh bahwa ia tidak mungkin mengungkapkan batinnya sepenuh-penuhnya dengan bahasa Indonesia. Ucapan seperti itu sering menyingkapkan prasangka orang yang semata-mata mengukur kemampuan bahasa Indonesia pada taraf kemampuannya sendiri.

Pengertian Wacana Menurut Beberapa Ahli Bahasa


1.    Aminuddin

Wacana adalah kesuluruhan unsur-unsur yang membangun perwujudan paparan bahasa dalam peristiwa komunikasi. Wujud konkretnya dapat berupa tuturan lisan maupun teks tulis. Lebih lanjut, ia menyatakan ruang lingkup analisis wacana selain merujuk pada wujud objektif paparan bahasa berupa teks, juga berkaitan dengan dunia acuan, konteks, dan aspek pragmatik yang ada pada penutur maupun penanggap.

2.     Soeseno Kartomihardjo

Soeseno Kartomihardjo menyatakan bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat dan lazim disebut wacana. Unit yang dimaksud dapat berupa paragraf, teks bacaan, undangan, percakapan, cerpen, dan sebagainya. Analisis wacana berusaha mencapai makna yang persis sama atau paling tidak sangat dekat dengan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan atau oleh penulis dalam wacana tulisan. Analisis wacana banyak menggunakan pola sosiolinguistik, suatu cabang ilmu bahasa yang menelaah bahasa di dalam masyarakat.

3.    Michael Stubbs

Stubbs  menyatakan bahwa analisis wacana merujuk pada upaya mengkaji pengaturan bahasa di atas kalimat atau klausa, dan karenanya mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih luas, seperti pertukaran percakapan atau teks tulis. Analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan dalam konteks sosial, dan khususnya interaksi atau dialog antar penutur.

4.     Jan Renkema

Renkema  mengemukakan studi wacana adalah disiplin ilmu yang ditekuni untuk mencari hubungan antara bentuk dan fungsi di dalam komunikasi verbal. Studi wacana merupakan disiplin ilmu linguistik yang bertujuan menyelidiki bukan saja hubungan antara bentuk dan makna, melainkan juga keterkaitan antara bentuk dan fungsi bahasa di dalam komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai sarananya.



5.    Abdul Chaer

Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana dikatakan lengkap karena di dalamnya terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau oleh pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Wacana dikatakan tertinggi atau terbesar karena wacana dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya (kohesi dan koherensi). Kekohesian adalah keserasian hhubungan antar unsur yang ada. Wacana yang kohesif bisa menciptakan wacana yang koheren (wacana yang baik dan benar)

6.    B.H.Hoed

Wacana adalah suatu bangun teoritis yang bersifat abstrak. Wacana dikaji sebagai bangun teoritis yang memperlihatkan hubungan antara satu proposisi atau sejumlah proposisi dengan kerangka acuannya yang berupa konteks dan sittuasi. Dalam batasan tersebut, B.H.Hoed membedakan antara wacana yang bersifat abstrak dan termasuk dalam tataran langue dengan teks yang bersifat konkret (merupakan realisasi wacana) dan termasuk dalam tataran parole.

7.    Bambang Yudi Cahyono

Analisis wacana adalah ilmu yang mengkaji organisasi wacana di atas tingkat kalimat atau klausa. Wacana dibentuk dari satuan bahasa di atas klausa atau kalimat, baik lisan seperti percakapan maupun tulis seperti teks-teks tertulis.

8.    Norman Fairclough

Wacana adalah pemakaian bahasa tampak sebagai sebuah bentuk praktek sosial, dan analisis wacana adalah analisis mengenai bagaimana teks bekerja/berfungsi dalam praktek sosia-budaya. Dalam hal ini Fairclough memandang wacana sebagai bentuk praktek sosial yang terungkap melalui pemakaian bahasa. Dengan demikian analisis wacana berusaha menjelaskan bagaimana bahasa (teks) berfungsi mengungkapkan realitas sosial budaya. Aspek-aspek yang dikaji meliputi bentuk, struktur, dan organisasi teks mulai dari tataran yang terendah fonologi (fonem), gramatika (morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat), leksikon (kosakata), sampai dengan tataran yang lebih tinggi seperti sistem pergantian percakapan, struktur argumentasi, dan jenis-jenis aktivitas.




9.    Gillian Brown dan George Yule

Analisis wacana adalah analisis atas bahasa yang digunakan. Analisis wacana bertitik tolak dari segi fungsi bahasa, artinya analisis wacana mengkaji untuk apa bahasa ittu digunakan. Di dalam analisisnya kedua ahli tersebut memfokuskan pada dua fungsi utama : (1) fungsi transaksional, yaitu fungsi bahasa unttuk mengungkapkan isi, dan (2) fungsi interaksional, yaitu fungsi bahasa yang terlibat dalam pengungkapan hubungan-hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi.

10.    Michael Mc Carthy

Analisis wacana berkaitan dengan studi tentang hubungan antara bahasa dengan konteks dalam pemakaian bahasa. Analisis wacana mempelajari bahasa dalam pemakaian : semua jenis teks tetulis dan data lisan, dari percakapan sampai dengan bentuk-bentuk percakapan yang sangat melembaga. Analisis wacana mencakup studi tentang interaksi lisan atau tulis. Senada dengan Brown dan Yule, Carthy juga berpandangan bahwa analisis wacana menekankan pada hubungan antara bahasa dengan konteks dalam pemakaian bahasa, baik berkenaan dengan teks tertulis maupun data lisan.

11.    Malcolm Coulthard

Terlihat adanya perbedaan penggunaan istilah antara wacana lisan dengan teks tulisan, tetapi perbedaan tersebut tidak berlaku secara universal. Istilah teks lebih mengacu pada lisan, sedangkan istilah wacana lebih mengacu pada tulisan.

12.    Jusuf Syarif Badudu

Wacana adalah rentetan kalimat yang saling berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Wacana adalah kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan, yang mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis.

13.    I. Praptomo Baryadi

Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, kutbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari segi bentuk bersifat kohesif, saling terkait dan dari segi makna bersifat koheren, terpadu. 

MENULIS HARUS BISA, JADI PENULIS PASTI BISA

Penulis dari kota Kendari yang bernama Arham Rasyid namun dikenal sebagai Arham Kendari ini memang top. Namanya mulai dikenal ketika aktif ngeblog di blog indosiar.com (yang sekarang sudah tidak akif). Memulai karir sebagai blogger tidak memulai karirnya yang manis begitu saja perjalanan karirnya tak semulus yang kita bayangkan, banyak pengorbanan yang ia lakukan, yah lewat sarana itulah Arham berekspresi, dan demi meroketkan karirnya Arham punya situs jejaringan sosial seperti facebook, plurk, dan lain-lain. Dari sekian banyak blog dan jejaringan sosial kita mengetahui bahwa seorang Arham merupakan orang yang romantis, humoris, ceria, dan selalu berusaha menghibur orang yang mengaguminya.

Arham rajin menulis artikel-artikel yang lucu dengan gaya penulisan yang santai dan sangat menghibur, inilah salah satu faktor kenapa tulisan-tulisannya disukai oleh banyak orang.

Buku pertama Arham yang berjudul Jakarta Underkompor cetakan pertama juni 2008 dicetak dengan modal Rp 300.000,00 bukunya ditulis sendiri dan mendesain coverpun sendiri, yang langsung laris manis ketika diterbitkan Gramedia Pustaka Utama. Arham sebenarnya lebih menyukai buku Jakarta Underkompor yang dicetak sendiri, karena menurutnya lebih tebal dan sampulnya lebih bagus. Namun cetakan buku ini sangat terbatas alias limited edition. Tahun 2009 ia menyelesaikan buku keduanya, menurutnya 3 tahun menciptakan 2 buku belum bisa dinamakan penulis yang hebat.

 Membacalah dan mulailah menulis, jangan menyimpan tulisan sendiri bangkitkan kepercayaan diri. Tak ada tulisan yang sekali jadi. Boleh sekali jadi, tetapi bukan untuk orang banyak. Itu hanya untuk diri sendiri atau pribadi. Tulislah apa yang kau rasakan, tulislah apa yang kau pikirkan, tulislah apa yang kau inginkan, tulislah apa yang kau kehendaki, tulislah apa yang kau cita-citakan. Itulah langkah awal belajar menulis. Setelah terlatih, barulah melangkah menulis untuk orang banyak. Belajarlah menulis dari kesalahan, jangan belajar menulis, tetapi tidak pernah menulis karna takut salah. Itulah rahasia menulis. Kalau takut lebih dahulu daripada menulis, maka selama itu pula karya anda tidak pernah ada. Jangan takut untuk dikritik. Jadilah penulis yang bermartabat.


Jumat, 11 Mei 2012

PARAGRAF JURNALISTIK

PARAGRAF JURNALISTIK
OLEH
DWI DIUJIWANTI

 

A.  PENDAHULUAN
Pakar bahasa Djago Tarigan mendefinisikan paragraf sebagai beerikut: paragraf adlah seperangkat kalimat  teersusun logis-sistemtis yang merupakan satu kesatuan ekspresi pikiran yang relevan dan mendukung pikiran pokok yang tersirat dalam keseluruhan karangan (Tarigan, 1981:11). Sedangkan guru besar bahasa Gorys Keraf menjelaskan, paragraf atau alinea tidak lain dari suatu kesatuan pikiran, suatu kestuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Ia merupakan himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Dari alinea itu gagasan tadi menjadi jelas oleh uraian-uraian tambahan, yang maksudnya tidak lain untuk menampilkan pokok oikiran tersebut secara lebih jelas. Melalui alinea-alinea kita mendapat suatu efek lain, yaitu kita bisa membedakan di mana suatu tema mulai dan berakhir (Keraf, 2000:62).
Fank Chaplen mengatakan bahwa paragraf yang baik ialah paragraf yang memungkinan pembaca memahami kesatuan informasi yang terkandung di dalamnya. Paragraf juga dapat dikatakan baik apabila gagasan pokok (controling idea) yang mengendalikan paragraf itu sudah sepenuhnya dikembangkan dan tuntas diuraikan. Jadi, paragraf yang baik itu tidak boleh menyisakan serpihan gagasan yang terkandung di dalam ide pokok paragraf itu. Misalnya saja kalau ide pokoknya ialah tentang tiga sebab kemiskinan, paragraf itu harus tuntas menguraikan tentang ketiga sebab itu. Kalau hanya satu sebab atau dua sebeb yang dijabarkan, paragraf demikian itu jelas bukan paragraf yang baik.
Dengan merujuk kepada definisi Djago Tarigan tentang paragraf  maka definisi paragraf jurnalistik sebagai berikut: paragraf jurnalistik adalah seprangkat kalimat tersusun logis-sistematis yang merupakan satu kesatuan ekspresi pikiran yang relevan dan mendukung pikiran pokok yang tersirat dalam keseluruhan  paparan materi jurnalistik tertentu.
B.  PEMBAHASAN
a.    Unsur-unsur Paragraf Jurnalistik
a)    Transisi
Transisi berarti peralihan dari paragraf yang satu ke paragraf berikutnya. Transisi menghubungkan dua paragraf yang berdekatan. Transisi bisa berupa kata, bisa juga berupa kalimat.
Unsur-unsur transisi dalam paragraf jurnalistik dapat dikelompokan menjadi beberapa bagian di antaranya sebagai berikut:
(a)     Penunjuk hubungan tambahan
Unsur transisi jenis ini diantaranya adalah: lebih lagi, selanjutnya, lalu, demikian pula, begitu pula.
(b)   Penunjuk hubungan pertentangan
Unsur transisi ini diantaranya mencakup: akan tetapi, namun, walaupun, sebaliknya.
(c)      Penunjuk hubungan perbandingan
Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: sama dengan itu, sehubungan dengan itu, dalam hal yang demikian itu.
(d)   Penunjuk hubungan akibat
Adapun yang termasuk dalam jenis transisi ini adalah oleh sebab itu, akibatnya, oleh karena itu, maka, sehingga, karenanya.
(e)    Penunjuk hubungan tujuan
Unsur transisi ini berfungsi sebagai penanda hubungan tujuan. Beberapa diantaranya sebagai berikut ini: untuk itu, untuk tujuan itu, biar, agar, supaya.
(f)    Penunjuk hubungan singkatan
Unsur transisi jenis ini berfungsi sebagai penanda hubungan singkatan seperti: singkatnya, pendeknya, akhirnya, dengan kata lain, sebagai simpulan.
(g)     Penunjuk hubungan tempat
Unsur transisi jenis ini berfungsi sebagai penanda hubungan tempat yaitu diantaranya: berdekatan dengan itu, berdampingan dengan itu, di sini, di situ, di seberang.
(h)   Penunjuk hubungan waktu
Unsur transisi jenis ini berfungsi sebagai penanda hubungan waktu. Seperti : sementara itu, segera, beberapa saat kemudian, sesudah, kemudian, sambil, selama, sewaktu, seusai.
(i)     Penunjuk hubungan syarat
Beberapa diantaranya dapat disebutkan berikut ini: jika, asalkan, apabila, bilamana, kalau, jikalau.
(j)       Penunjuk hubungan pengandaian
Adapun anggotanya adalah  seandainya, andaikan, sekiranya, andaikata, kalau-kalau, mungkin.
b)   Kalimat Topik
Kalimat topik atau kalimat utama adalah kalimat pokok yang ada dalam sebuah paragraf. Kalimat utama juga merupakan sebuah kalimat dalam paragraf yang menunjukan gagasan pokok, gagasan induk, atau ide sentral yang mendominasi seluruh uraian dalam paragraf tersebut. Kalimat utama bisa ditempatkan pada awal paragraf, dan diakhir paragraf.
c)    Kalimat Pengembang
Kalimat pengembang merupakan penjabaran atau perluasan dari gagasan pokok yang terdapat dalam kalimat utama. Kalimat pengembang berusaha menjabarkan sesuatu yang abstrak menjadi sesuatu yang konkret. Dalam bahasa jurnalistik, kalimat pengembang disebut pula kalimat penjelas.
d)   Kalimat Penegas
Kalimat penegas dimaksudkan untuk memberi penegasan atau penekanan terhadap apa yang telah dinyatakan dalam kalimat utama.



b.    Jenis-jenis Paragraf Jurnalistik
a)    Paragraf Deduktif
Paragraf yang dimulai dengan kalimat utama disusul dengan penjelasan atau uraian secara lebih perinci dengan mengikuti pola urutan pesan dari umum ke khusus, disebut paragraf deduktif. Fungsi paragraf ini terutama menegaskan suatu pokok pikiran,pernyataan, atau kesimpulan untuk segera diketahui dan dicatat oleh khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa.
b)   Paragraf Induktif
Paragraf yang dimulai dengan kalimat penjelas yang menekankan bagian-bagian atau unsur-unsur terkecil disusul dengan penjelasan bagian-bagian yang lebih besar sebelum kemudian diakhiri dengan kesimpulan atau kalimat penegas, disebut paragraf induktif. Urutan pesannya dimulai dari khusus ke umum.
Fungsi paragraf induktif teruama untuk menekankan bagian-bagian atau satuan-satuan terkecil dari ide pokok yang ingin disampaikan penulis atau jurnalis kepada khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa.
c)    Paragraf Campuran
Paragraf campuran sesungguhnya merupakan gabungan beberapa unsur paragraf deduktif dan paragraf induktif.bahasa jurnalistik, kurang menyukai paragraf campuran karena cenderung menyulitkan pembaca, pendengarr, dan pemirsa untuk cepat mengambil kesimpulan mengenai pokok pikiranyang terdapat dalam suatu paragraf.

d)   Paragraf Perbandingan
Paragraf perbandingan  lebih tertarik pada materi pesan yang ingin disampaikan seorang penulis atau jurnalis kepada khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. Suatu paragraf disebut paragraf perbandingan apabila kalimat utama biasanya ditempatkan pada awal paragraf, membandingkan dua hal mengenai unsur-unsur sifat atau keadaan yang terdapat di dalamnya.
e)      Paragraf Pertanyaan
Paragraf yang bertujuan untuk mempertanyakan atau menggugat sesuatu dengan mengajukan kalimat tanya  pada kalimat pertama atau kalimat kedua diawal paragraf jurnalistik, disebut paragraf pertanyaan.
f)       Paragraf Sebab-akibat
Kalimat utama dalam paragraf dikembangkan ke dalam urutan sebab akibat. Suatu peristiwa tidak mungkin ada tanpa ada sebab atau latar belakang yang mendasarinya. Bahasa jurnalistik sangat menyukai paragraf jenis demikian.
g)      Pargraf Contoh
Paragraf yang disusun dengan menunjukan banyak contoh pada kalimat utama, kalimat pengembang, dan kalimat penjelas, disebut paragraf contoh. Fungsi utama paragraf contoh tidak dimaksudkan untuk menekankan suatu gagasan atau konsep, tetapi justru untuk memberikan gambaran sesuatu hal secara konkret kepada khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa .
h)        Paragraf Perulangan
Paragraf yang melakukan pengulangan kata, istilah,frase, atau klausa dalam susunan kalimat yang berbeda tetapi masih dalam satu paragraf jurnalistik yang sama, disebut paragraf perulangan. Fungsinya untuk lebih menekankan efek psikologis yang ingin dicapai dari khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa, sekaligus menunjukkan variasi kata dan kalimat.
i)          Paragraf Definisi
Paragraf yang menunjukkan suatu istilah atau konsep pada kalimat utama dan istilah atau konsep itu memerlukan uraian serta penjelasan perinci pada kalimat-kalimat berikutnya, disbut paragraf definisi. Fungsinya untuk memperjelas suatu istilah, konsep, atau definisi, sehingga khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa diharapkan dapat mengikuti jalan pikiran sang penulis atau jurnalis dengan baik

c.    Kualitas Paragraf Jurnalistik
a)    Satu Hal Saja
Paragraf  jurnalis yang baik hanya memusatkan bahasan pada satu hal atau satu ide saja.
b)   Relevan
Relevan artinya berkaitan atau sesuai dengan pokok bahasan. Tidak menyimpang dari topik.
c)    Menyatu dan Padu
Paragraf  jurnalistik harus memenuhi prinsip kesatuan (unity) dan prinsip pertautan (coherence).
d)   Jelas dan Sempurna
Kalimat utama yang terdapat dalam pargraf jurnalistik harus dikembangkan dan diperinci dengan jelas dan sempurna.
e)    Harus Bervariasi
Variasi pada paragraf jurnalistik terletak pada pilihan kata atau diksi, penempatan frasa atau klausa, penempatan panjang-pendeknya kalimat atau paragraf, penentuan kalimat efektif dan tentu saja pemilihan bahasa.
f)    Benar dan Baik
Bahasa jurnalistik merujuk sekaligus tunduk kepada kaidah bahasa baku.
g)   Singkat Padat
Paragraf  jurnalistik juga wajib disajikan secara singkat dan padat.
h)   Logis dan Sistematis
Paragraf jurnalistik harus logis, logis ini berarti sesuai dengan atau dapat diterima menurut pertimbangan akal sehat.
i)        Memiliki Karakter Khas
Setiap orang memiliki gaya, penampilan, dan karakter, kepribadian masing-masing. Karakter itulah yang memberi identitas berbeda kepada setiap individu.

C.  PENUTUP
Paragraf adalah satu kesatuan ekspresi yang terdiri atas seperangkat kalimat yang dipergunakan oleh pengarang sebagai alat untuk menyatakan dan menyampaikan jalan pikirannya kepada pembaca. Supaya pikiran tersebut dapat diterima dengan jelas oleh pembaca maka paragraf harus tersusun secara logis-sistematis. Alat bantu untuk menciptakan susunan logis-sistematis itu ialah elemen-elemen paragraf yang mencakup empat unsur:1) transisi, 2) kalimat topik, 3) kalimat pengembang, 4) kalimat penegas. Keempat unsur paragraf ini kadang-kadang bersama-sama, kadang-kadang hanya sebagian tampil dalam suatu paragraf (Tarigan, 1981:13).
Setiap penulis atau jurnalis, bebas untuk memilih jenis paragraf mana yang disukai sertai yang paling cocok dengan jalan cerita yang disajikannya. Terpenting, setiap paragraf jurnalis yang disusunnya harus efektif dan variatif.
Menurut seorang pakar bahas, kriteria kualitas paragraf menunjuk kepada enam hal, yaitu (1) isi paragraf berpusat hanya pada satu hal saja, (2) isi paragraf relevan dengan isi karangan, (3) paragraf harus menyatu dan padu, (4) kalimat topik harus dikembangkan dengan jelas dan sempurna, (5) struktur paragraf harus bervariasi, (6) paragraf tertulis dalam bahasa indonesia yang baik dan benar, (7) singkat dan padat, (8) logis dan sistematis, (9) memiliki karakter yang khas.